Rabu, 18 Mei 2011

Paman Tukang Sayur (Part II)

(Gambar Hanyalah Fiktif Belaka)
Kepala rudal Supri nampak membesar dan mengkilat membuatku menjulurkan lidahku. Kusapu lembut ujungnya dengan lidahku yang hangat itu. Kugelitiki lubang kecil yang ada di atasnya. Oh, dia menggelinjang lagi. Kurasakan lidahku menyentuh cairan bening yang keluar dari lubang itu. Bukannya jijik tapi aku malah tambah semangat menjilati cairan precumnya itu.
“Mas, basah banget nih mas”
Supri tidak banyak bicara dan akupun tanpa banyak bicara, aku buka mulutku. Bibirkupun menyentuh kepala rudal yang seakan membiru mengkilat itu. Perlahan batang itu masuk ke dalam mulutku. Sedikit demi sedikit hingga akhirnya bibirku bertemu dengan hutan lebat yang menutupi pangkalnya. Ya, punya dia ga lebih dari 13cm tapi diameternya lumayan membuatku kesulitan. Kutarik lagi kepalaku hingga bibirku melepas sebagian batang kejantanan Supri hingga kepalanya. Kemudian aku dorong lagi kepalaku ke depan berulang-ulang. Kusentakan kepalaku mendadak hingga rudalnya itu melesak cepat dalam mulutku. Supri melenguh pelan..
Kusedot-sedot dengan penuh nafsu rudal Supri. Lidahku bergerak-gerak menggelitik di dalam sana. Membuat Supri tampak blingsatan. Berkali-kali tubuhnya bergetar hebat. Berkali-kali pantatnya terangkat-angkat. Seolah-olah menyambut mulutku yang dengan ganas mengulum rudalnya.
“Akhh…. ku.. mau… keluar”
Aku kian bersemangat saja. Kupercepat gerakan mulutku pada rudalnya, sementara itu tangan kananku memegang pangkal rudalnya. Sedangkan tangan kiriku meremas-remas kedua telornya yang besar itu…
“Akhhh…….”
Supri mendesah agak keras dan tubuhnya menggelijang-gelinjang liar serta bergetar hebat mana kala rudalnya menyemprotkan mani hangat dalam mulutku.
Crot… crottt.. crott…
Kubenamkan rudalnya itu ke dalam mulutku dalam-dalam saat rudal itu menembakkan ‘racun maut’nya. Cairan itu membanjiri mulutku. Ada yang tertelan, ada yang meleleh keluar, namun lebih banyak yang tertampung di mulutku. Aku sedot-sedot lagi dengan nafsu. Supri nampak terengah-engah.
“duh…. Enak banget…..” celutuknya.
Aku tertawa tertahan karena mulutku masih mengulum rudal itu. Aneh sekali, rudalnya masih tegak berdiri walau sehabis memuntahkan amunisinya. Saat kulepas rudal itu dari mulutku, aku melihatnya masih keras. Setelah kubersihan rudal itu dengan tisu, cepat-cepat aku ke kamar mandi dan memuntahkan sebagian spermanya dari mulutku. Setelah berkumur-kumur sebentar kembali aku mendekatinya yang masih terbaring terlentang dengan ,ya ampun, rudal yang masih keras.
“Wah mas, hebat betul terongmu” celutukku, “Udah nembak masih keras nih”
Supri tertawa. Dengan gemas aku remas lagi batang itu.
“Kok cepat banget sih mas keluarnya??”
“Kuluman kamu enak banget”
“Tapi, terongmu ini masih keras. Aku jadi pengen lagi”
Tanpa menunggu reaksinya terong berbulu itu aku jilati lagi dan lagi aku permainkan dalam mulutku.
“Biasanya klo yang kedua ini pasti lama” celutuknya
“Oh ya??”
Ugh, bikin cape aja ntar, pikirku. Tapi, aku masih ingin menikmati rudal Supri yang asyik ini. Sisa-sisa sperma masih terasa di batangnya apalagi di bagian lubangnya itu. Benar-benar rudal yang joss. Keras dan tegang di dalam mulutku. Kulumat-lumat gemas sampe ke pangkalnya yang berbulu lebat. Ehm, seiring itu kurasakan denyut-denyut di lubangku menginginkan dimasuki rudal itu.
“Mas, mau ga ngentotin pantatku?”
Supri nampak kaget. Mungkin dia tidak mengira aku akan memintanya seperti itu.
“aku belum pernah mas” katanya.
“Coba aja mas. Siapa tahu suka” rayuku sambil meremas-remas rudal hangat yang masih keras itu.
Supri tidak menjawab tapi dia tersenyum penuh arti. Aku bangkit dan kemudian kembali dengan membawa sebotol pelicin.
“Maukan mas? Aku pengen merasakan rudal mas di dalam sini” rengekku.
Supri mengangguk membuatku merasa sangat kegirangan. Kutanggalkan celana pendekku dan hanya mengenakan celana dalam saja. Sementara itu, aku memintanya untuk melepas baju yang masih dikenakannya. Duh, aku makin bergairah. Badannya yang bagus berotot alami itu membuatku kian tidak sabar.
Kuraih batang rudal Supri. Ehm, aku kulum lagi sesaat sebelum aku olesin dengan pelicin itu. Supri mendesis menikmati kulumanku. Lalu, tangan kananku dengan lincah melumurin rudalnya dengan pelicin dan dengan nakalnya aku kocok-kocok pelan membuat Supri kembali mendesis.
“Entot aku mas” pintaku seraya membelakanginya. Aku mengambil posisi menungging dengan bertumpuan pada kedua lutut dan kedua tanganku. Kupelorot bagian belakang celana dalamku lalu Supri mengambil posisi di belakangku dengan bertumpuan pada kedua kakinya. Kutuntun rudalnya ke bibir lubang anusku yang sudah aku lumuri pula dengan pelicin itu.
“Dorong pelan-pelan mas….” desahku. Hatiku gak dag dig dug saat merasakan kepala rudalnya menempel tepat di bibir boolku.
Kurasakan ada sesuatu yang berusaha memasuki lubangku. Aku melenguh dan merem melek. Supri memang belum pernah memasuki lubang sempit itu. Agak kesulitan baginya memasukkan rudalnya itu karena dia memang sepertinya belum terbiasa. Namun, sebuah hentakan pantatnya membuat kepala rudal itu melesak masuk.
“Mas… Akh… Pelan-pelan….”
Aku mengerang pelan. Supri nampak belum mengerti bahwa lubangku beda dengan lubang wanita. Dia nampak sangat bernafsu sekali memasukkan rudalnya. Semakin kesulitan, dia nampak semakin bersemangat .
“Masss…..”
Aku mengerang saat rudal Supri tiba-tiba melesak sedemikian dalamnya. Kurasakan barang rudal itu hampir semuanya masuk.
“Ugh…” Supri melenguh jantan sambil terus mendorong rudalnya ke dalam pantatku. Oh, kurasakan bulu-bulunya menempel di pantatku.
“Mas… Jangan ditarik dulu… Biarin terbenam dulu… “ rintihku. Namun, Supri nampak tidak sabar. Agak canggung dia menarik pantatnya mundur hingga rudal itu sedikit demi sedikit keluar dari lubangku. Namun, baru separo kembali dia benamkan. Aku melenguh-lenguh. Kenikmatan mulai menjalar dalam diriku. Gerakan rudal Supri mulai lancar dan bertambah cepat tanpa irama. Sepertinya dia sudah mulai terbiasa dengan lubangku yang memang jarang dimasukin rudal itu.
“Akhhhh……..”
Tiba-tiba Supri mendesah, gerakannya semakin cepat dan menghentak-hentak membuat aku yang dalam posisi nungging itu terdorong-dorong ke depan.  Untungnya bongkah pantatku dipegangnya erat hingga akju tidak sampai jatuh ke depan.
“Mas…. “ desahku merasakan hentakan rudal Supri.
“Akh…. Akh…..”
Blesss….. Tiba-tiba paman sayur langganan ibu-ibu komplek itu memekik sambil membenamkan rudalnya dalam-dalam ke lubang pantatku. Kurasakan denyutan keras di dalam sana. Lalu ada sesuatu yang hangat membanjirinya. Napas Supri terengah-engah dan memburu seusai memuntahkan spermanya di dalam pantatku.
“Katanya lama mas???” sindirku, “buktinya cepat kok keluarnya”
“Duh, enak banget lubang pantat ya… Keset dan mencengkram”
Aku terkekeh senang. Kurasakan rudal Supri mulai mengecil di dalam sana. Kugerak-gerakan pinggulku membuat rudal Supri bergerak-gerak dalam sana. Supri memegang pantatku dengan gemas lalu ditariknya rudal belepotan cairan itu.
Aku bergegas berbalik menghadapnya. Laki-laki itu menyulut rokoknya dan kemudian berbaring terlentang dengan rudal terkulai lemas dan mengecil. Aku gemas melihat rudal berbulu lebat itu. Aku remas lagi. Supri hanya diam saja sambil menoton TV.
Setelah kembali mengenakan pakaian, aku memberikan dia sejumlah uang yang sudah aku janjikan sebelumnya. Dia namapk senang menerimanya. Saat aku berseloroh klo aku kepengen merasakan rudalnya lagi kapan-kapan dia tertawa kecil dan katanya asal harganya cocok.
Ugh, sampai kini aku telah ‘merasakan’ rudalnya beberapa kali. Kadang dia yang minta, kadang aku yang lagi kepengen. Tapi, aku musti selalu sediakan uang setiap ‘kencan’ dengannya. Bahkan pernah suatu hari saat dia berkeliling komplek dengan motor jantannya itu, dia sempatkan diri menikmatin oralanku dan tentu saja dia lagi perlu duit, Huh.. Duit duit…

Selasa, 17 Mei 2011

Paman Tukang Sayur (Part I)

(Gambar Hanyalah Fiktif Belaka)
Orangnya gede besar, item, potongan rambutnya mirip Tukul tapi mukanya lebih baguslah dari Tukul hehehe. Gagah sekali saat dia menunggangi motor RX King-nya itu. Dari kejauhan sudah terdengar keras suara motornya yang dipacunya dengan jantan dengan suara klakson yang menjerit-jerit. Ugh, walau agak urak-urakan dan -ehm- dekil, aku suka cowok seperti ini ketimbang cowok manis, perlente, rapi dan girly.
Hampir tiap hari aku melihatnya melewati komplek kami ini dan tidak jarang pula aku sering ‘ketemu’ muka dengan dia. Dan sering kali pula dia mengangguk hormat dan tersenyum kecil kepadaku dan aku membalasnya serupa. Namun, tak pernah sekalipun aku berniat membeli sesuatu dari keranjang sayurnya itu. Palingan aku penasaran ama ‘terong berbulu’ dalam celananya itu. Ugh, aku hanya bisa curi-curi pandang ke arah selangkangannya.
Hari itu, aku iseng nongkrong di bengkel motor temanku. Biasalah aku asyik denger cerita tentang pengalaman seksnya tadi malam baik ama bininya maupun ama PSK idolanya itu. Aku tertawa-tawa mendengar celotehnya, vulgar dan tentu saja tanpa sensor. Detil sekali dia bercerita. Maklumlah, isi celananya aja sudah pernah aku rasakan walau harus merogoh kocek tapi ga terlalu dalam kok. Orangnya sih kecil-kecil aja tapi ‘anu’nya, ehm, luar biasa ukurannya. Namanya juga orang Madura, percaya atau tidak, beberapa cowok dari etnis ini yang kukenal memiliki senjata yang luar biasa.
Selang beberpa menit, muncul si tukang sayur menuntun RX King-nya itu. Wah, bergetar jiwaku melihatnya. Baru kali ini aku bakal melihatnya dekat. Oh, jantan dan gagah sekali lelaki itu. Dia melihatku dan nampaknya dia mengenalku. Dilemparnya senyum kecil yang kubalas dengan ramah. Sayangnya, dia cuman sebentar saja berada di bengkel itu. Motornya yang bocor itu ditinggalkannya.
“Itu yang tukang sayur itu toh?” tanyaku sama si Madura.
“Ya, namanya Supri”
Oh, baru aku tahu namanya.
“Gagah jantan….” ucapku vulgar di depan si Madura. Dia terkekeh sambil membuka ban motor itu.
“Kamu mau ama dia ya?”. Akh, ga perlu aku jawab-pun dia sudah tahu isi otakku.
“Nanti aku bilang ama dia” kata si Madura, “aku akrab kok ama dia tapi aku ga tahu apa dia mau apa ga ya…”
“Ehm…..”
“Tenang aja, “janjinya, “Nanti aku urus. Aku tahu kok dia itu sering kekurangan duit soalnya duit dia itu habis-habisan buat judi ama main cewek hehehe…”
“Ya udah…” ujarku, “aku pulang dulu. Tolong nanti ngomong ama dia ya.. Kasih aja nomor aku”
“Sep.. “tukasnya, “tapi ada persenan kan buat aku?”
“Ya.. Tenang aja klo masalah itu”
Besok harinya, aku mendapat SMS dari nomor baru. Kubaca isinya dan membuatku berdebar. SMS itu dari Supri, tukang sayur jantan itu. Isinya sih dia mau aja aku kerjain asalkan cocok dengan pembayarannya. Ehm, aku segera membalas SMS itu dan isinya menyanggupi permintaannya. Tak lupa pula, aku menanyakan ‘waktu pelaksanaan’nya. Hihihi.. Sayangnya, SMS-ku itu tidak dibalasnya lagi. Aku berusaha menelponnya tapi tidak dia angkat. Huh, membuatku sedikit kesal seakan dipermainkan.
Malam harinya, aku mendapat SMS lagi dari Supri. Isinya tambah membuatku berdebar. Dia ada waktu buatku malam ini. Aku-pun ‘mengundangnya’ ke rumahku. Setelah itu, aku mempersiapkan koleksi bokepku. Sengaja kupilih yang hot hot biar dia lekas horny.
Jantungku berdetak kencang, suara motornya membahana memasuki pekarangan rumahku. Dan, kudengar ketukan di pintu rumahku. Segera aku bukakan untuknya. Oh, Supri berdiri di depanku dengan gayanya yang seperti biasa, selenge’an, jantan, gagah dan apa adanya. Membuatku ga sabar rasanya menelanjanginya. Kupersilakan dia masuk dan cepat-cepat aku tutup pintu.
“Mau nonton dulu?” tawarku sambil memperlihatkan beberapa bokep di hadapannya.
“boleh…”
Setengah jam, aku belum berani macam-macam. Dia lebih banyak diam. Tapi, dia pasti tahu aku jelalatan memperhatikannya yang sedang berbaring terlentang di depan TV.
“sekarang?” tanyanya.
“Ugh…. Ehm…” aku gelagapan menjawabnya sambil memperhatikannya yang sedang mengusap-usap selangkangannya itu. Duh, aku ga sabar rasanya.
Kudekati dia dan kuusap selangkangannya. Dia diam saja sambil terus memperhatikan TV. Aku Segera aku gantikan tangannya dengan tanganku yang kemudian mengusap-usap selangkangannya itu. Jelas aku gemas sekali. Kuremas-remas pelan selangkangan yang masih di bungkus celana kain itu. Bisa kurasakan kemaluannya lagi tegang.
“ehm.. Bisa ga lampunya dimatiin?” pintanya saat jariku mulai menarik risluting celananya.
Aku bangkit dan menekan tombol off pada stop kontak. Seketika ruangan itu gelap. Hanya cahaya raemang-remang dari TV yag sedang menayangkan bokep dari DVD playerku. Aku mendekatinya. Dan ternyata dia sudah mempelorot celananya hingga sepaha. Nampak olehku CD murahan bewarna coklat muda masih melekat di pangkal pahanya.
“wah, udah nantang nih” celutukku.
Aku pelorot lagi celananya hingga terlepas dari kedua kakinya. Kini perhatianku kian besar terhadap gundukan di dalam CDnya itu. Kuremas gemas gundukan itu, ugh, lumayan juga punya dia. Aku berbaring di sampingnya. Lalu kususpkan tangan kananku ke balik CD nya dengan gugup. Supri diam saja bahkan cuek saat tanganku merogoh di dalam sana.
Oh.. Kutemukan bulu-bulu keriting yang lebat di pangkalnya. Tanganku bergerilya meremas batangnya. Ugh, ga terlalu panjang tapi besar juga. Dan, kusingkap CD itu. Mencuatlah rudal kebanggaan Supri. Terkungkung dalam genggaman tanganku. Kuperhatikan rudalnya item, agak berurat-urat. Jantan sekali rudalnya. Hangat dan hampir mengeras penuh.
“Wah… Pasti cewek-cewek teriak keenakan ditusuk ama ini” pujiku. Dia tertawa kecil. Dan tiba-tiba dia menggelinjang ketika jariku menyentuh telor puyuh di bawah sana.
“Telornya gede mas. Pasti isinya banyak”
Aku bangkit. Tak sabar lagi aku mulai menjilati biji pelernya itu. Aroma kejantanannya menusuk hidungku namun justru aku tambah semangat. Kujilati telor item berbulu itu dengan rakus. Supri menggelinjang-gelinjang dan napasnya ngos-ngosan. Tak kubuang kesempatan itu. Kusedot-sedot bergantian kedua bola rudal yang gede item itu. Supri menyentak-nyentak kecil kakinya. Nampaknya dia sangat terangsang saat telornya aku permainkan. Kepala rudalnya itu basah dengan cairan precum.
Puas membasahi bola-bola itu, lidahku bergerak ke atas. Ujung lidahku menelusuri urat-urat yang banyak melingkar di batang rudal itu. Lagi-lagi, Supri menggeliat sambil mendesah. Sejenak aku menghentikan aksiku.
“Enak ya??”
Supri tersenyum, nampak malu-malu. Ugh, dibalik sikap selenge’en dan gagah itu dia bisa malu juga hehehe.
“Pasti belum pernah ya seperti ini?”
“iya”
“katanya sering main cewek???”
“Kan langsung tancap gas….”
“Ama bini di rumah gimana?” korekku, “masa ga pernah sekalipun dijilatin??”
“Ga mau dianya….”
Aku kembali fokus pada rudal yang keras itu.
(to be continued to part 2)

Senin, 16 Mei 2011

Satpam Kantor

(Gambar hanyalah fiktif belaka)

Ehm, lama kuperhatikan Pak Wanto, satpam kantor itu. Umurnya hampir 40an, namun badannya masih bagus di balik pakaian satpam hitam2 yang ketet itu ,dan lumayan tinggi walau sedikit ‘ndut’, item, kumisan tipis yang tampak bekas cukuran. Terus terang, aku ada ‘nafsu’ ama dia. Gw banget.
Ada satu kebiasaannya yang membuatku keki. Dia senang sekali mencolek pantatku. Tambah hari kok pantatnya tambah seksi aja sih mas, celutuknya seraya mencolek pantaku bahkan kadang2 meremas kayak gemas gitu. Dan, biasanya hal itu ia lakukan saat aku melewatinya. Bahkan ga peduli betapa banyaknya teman2 sekantor yang tertawa menyambut leluconnya. Awalnya sih aku risih tapi selanjutnya aku cuek.
Ada satu hal yang menarik dari lelaki itu. Sungguh aku penasaran tonjolan yang menggunung di selangkangannya itu. Aku menelan ludah membayangkan ukuran kemaluannya. Aku jadi ‘terobsesi’ ingin menikmatinya.
Nah, hari itu, pertengahan Maret 2007, aku ketemu pak Wanto di lorong menuju toilet. Nampaknya dia baru selesai dari kamar kecil. Melihatku dia mengangguk dan tersenyum nakal. Aku berdebar, duh, gundukan itu membuatku makin penasaran
“eh, mas. Mau ke toilet ya?” sapanya mencoba ramah.
“ya, rame ga di dalam?”
“Ga mas. Sepi aja”
Aku melewatinya dan lagi-lagi tiba-tiba aku rasakan tangannya mencolek pantatku. Pak Wanto tertawa nakal.
“senang ya pak sama pantat saya?”tembakku.
“hehehe.. Bahenol..”
Aku tersenyum ragu membalas tawanya.
“sini deh Pak”panggilku agar dia mendekat. Dia yang semula mau berlalu, memandangku dan melihatku begitu serius segera mendekat.
“ada apa mas?”
“ehm… Saya penasaran Pak” jawabku, “ini apa sih? Kontol atau apa??”
Entah keberanian darimana, tanganku meremas gemas gundukan di selangkangan pak Wanto. Pak Wanto nampak kaget. Namun, ntah dia ga sempat menghindar atau memang pasrah, ga ada perlawanan dari dia.
“Membalas saya ya mas??” ujarnya sambil tertawa
“Habisnya bapak sering nyolek pantat saya. Ya, sesekali dong saya balas saja”
Pak Wanto tertawa lepas. Tanganku yang semula cuma sebentar meremas gundukan itu, kembali dengan berani meremasnya dengan gemas.
“ ini kontol atau apa pak,” celutukku nakal, “kayaknya gede banget Pak”
Pak Wanto nampak tidak menolak saat aku meremas-remas lagi dengan gemas kemaluannya. “ya kontol lah mas. Masa pentungan??” jawabnya sambil tertawa sumbang, mungkin risih karena tanganku masih menempel dan meremas-remas di sana.
“masa sih Pak,” aku kejar terus, ”gede ya Pak?”
“Iya lah. Ini aja belum bangun tuh”
“Akh, ga percaya”
“mau liat??” tiba2 dia menanyakan hal itu. Ehm…
“memang boileh saya liat?”
“klo mas mau buktiin,” tukasnya, “saya buka sekarang”
“Eh, jangan di sini Pak” cegahku saat dia mulai menurunkan risluting celananya, “di dalam, ntar ada yang liat kan malu tuh..”
“ Oh iya ya.. Lupa.. Hehehehe”
Di dalam, lantas kami memilih salah satu toilet di sudut ruangan dan tentu yang tertutup.
“nah, di sini kan aman Pak”
“Jadi mau liatnya?”
“Boleh. Saya penasaran segede apa sih”
Srettt.. Pak Wanto menurunkan risluting celananya lalu tangannya mencoba menyusup ke dalam celananya. Agak kesulitan baginya. Akhirnya, dilepasnya sabuk di pinggangnya melepas pengait celana kain bewarna gelap dan ketat itu. Kulihatlah sekilas gundukan itu dibalik balutan CD coklat tua. Akhirnya….
“Wah, astaga Pak,” gumanku kagum, “gede panjang Pak”
Pak Wanto tertawa seakan bangga dan mungkin senang karena mendapat pujian. Ya. Benda bulat panjang itu berada dalam genggamannya, masih lemas tentu saja, berjuntai indah dengan kepala besar mengecil ke pangkal batangnya yang ditumbuhi bulu lebat, yang pasti tidak pernah dicukur. Benda itu kian eksotik di mataku dengan warnanya yang gelap
“Nah. Sudah percaya kan?” ujar Pak Wanto seraya akan memasukan kembali ‘ular’ itu ke dalam sarangnya.
“Bentar Pak… “ cegahku, “saya belum puas melihatnya….”
Nekad aku pegang benda itu, terasa hangat. Pak Wanto tidak bisa menolaknya. Kugenggam dengan lembut benda itu.
“hihihihi.. Liat Pak,” ujarku, “warna kontol bapak di bandingkan dengan warna tanganku. Kontol bapak jauh lebih hitam tuh”
“Akh.. Mas ini bisa saja.”
Pak Wanto nampak pasrah membiarkanku menggenggam kemaluannya sambil berdecak kagum.
“Pak, ini aja belum bangun udah gede,”pujiku lagi, “gimana klo sudah bangun ya?”
Pak Wanto hanya tertawa kecil mendengar celotehku.
“Coba kita bangunkan yuk” ujarku nakal seraya mengocok pelan kemaluan Pak Wanto.
“Akh.. Kok dikocok mas?”
“Biar aja Pak, “pintaku, “saya pengen liat kontol bapak ini sebesar apa klo sudah mengeras”
“Jangan mas,” tolak pak Wanto, “Nanti klo sudah bangun gimana?”
“Cuman sebentar aja Pak”
“saat ini istri saya lagi datang bulan” terang pak Wanto, “Ntar saya salurkan ke mana? Ini aja sudah 4 hari ga dapat jatah”
“Tenang aja pak….”
Tak sabar lagi aku menanti lama. Aku segera jongkok dan mulai menjilati kepala kemaluan Pak Wanto. Sebentar saja kumasukan kepala kemaluan itu ke dalam mulutku. Aku permainkan dengan lidahku.
“ Mas……”
Pak Wanto nampak berusaha menarik kepala kemaluannya dari dalam mulutku.
“biar aja Pak” pintaku di sela-sela menyedot-nyedot kepala itu, “aku pengen ngisep kontol bapak yang gede”
Aku berusaha sedalam mungkin memasukkan kontol yg masih layu itu ke dalam mulutku hingga menyentuh pangkalnya. Kurasakan bulu-bulu jembutnya yang lebat menggelitiki bibirku. Kurasakan denyut kemaluan pak Wanto dalam mulutku. Puas mengulum benda itu samapi ke pangkalnya, aku mulai memaju-mundurkan mulutku sambil kugelitiki dengan lidahku.
“mas…..”
Pak Wanto nampaknya tidak kuasa menolak lagi. Kemaluannya berdenyut, memanjang, membesar dan tentu saja menegang. Membuatku agak kesulitan mengulum benda itu. Kugenggam pangkal batangnya itu sementara itu aku kian gencar menyedot-nyedot kepala dan sedikit batangnya.
Ada yang kurasakan kurang saat itu. Yah.. Aku kepengen menjilati biji kemaluannya. Segera aku pelorot celananya hingga ke pahanya. Kuangkat kemaluannya yang mulai mengeras itu, kuperhatikan kepala kemaluan itu menyentuh pusarnya yang berbulu lebat merambat ke atas dan ke bawah.
Owww.. Dua buah biji kemaluannya nampak menggantung indah, hitam dan besar pula. Tak sabar aku jilati keduanya bergantian, membuat Pak Warto menggelinjang. Kusedot2 dengan ganas.
“mas…”
Selanjutnya, kembali aku mengisap kepala kemaluannya yang membengkak walau kemaluannya belum begitu maksimal menegang. Kulumat-lumat dengan gemas. Kurasakan tubuh Pak Wanto bergetar-getar.
“mas… Saya mau keluar….”
Pak Wanto seakan mau menarik kemaluannya dari dalam mulutku, ia seakan ga mau air kenikmatannya membuncah dalam mulutku.
“Euhmm… Euhmmm….”
Aku menahannya agar tidak menarik kemaluannya dari dalam mulutku. Suaraku agak tidak jelas karena tersumpal kemaluannya..
“Akh…… Awas mas…”
Aku kian gencar mengisap-isap kemaluan pak Wanto, tubuhnya kian bergetar hebat dan akhirnya…
Crot… Crot… Crot..
Cairan kental hangat dengan bau khas membuncah dari kepala kemaluan Pak Wanto membanjiri mulutku. Saking banyaknya sebagian meleleh di luar bibirku dan menetes ke lantai. Sementara itu yang tersisa di dalam mulutku tertelan masuk tanpa terkontrol… Namun, aku terus mengisap-isap kemaluannya.
“udah mas…..” rintih pak Wanto karena aku masih saja menyedot-nyedot kemaluannya yang item itu mulai melemah dan mngecil.
“Ih, saya belum puas Pak. Kok udah keluar sih?”
“Baru kali ini mas saya dikulum sedemikian enaknya….” ceritanya malu-malu.
“masa?”
“iya. Kebanyakan cewek2 ga mau lama2 ngulum soalnya katanya kebesaran. Bikin cape”
Pak Wanto keluar duluan dari toilet, sementara itu aku keluar terakhir setelah menuntaskan HIP (hak ingin pipis) yang sedikit tertunda tadi.
Saat aku keluar, kulihat pak Wanto masih berada di situ di dekat wastafel sambil merokok. Dia tersenyum nakal dan aku membalasnya dengan canggung.
“Kenapa Pak?” tanyaku seraya membasuh wajahku dan kumur2 di wastafel.
“Ehm, mas sering ya ngulum kontol?” tanyanya, “kayaknya lihai banget”
“Iya…”
“oh… Pantesan enak banget”
“ Tapi bapak cepat keluar, saya kan belum puas”
“Saya udah 4 hari ini ga dapat jatah dari istri, mas” jawabnya, “jujur, tadi di toilet saya lagi ngocok tapi ga selesai soalnya ada Pak Andi sama Pak Ali masuk ke dalam. Saya takut ketahuan. Kan malu” ujar pak Wanto. Pak Andi adalah kabag di kantor kami. Orangnya ganteng dan aku sebenarnya suka tapi aku ngerasa illfeel aja sama dia soalnya he don’t have any bulge on his pants. Kayaknya punya cowok itu kecil aja. 7 tahun berkerluarga, dia belum juga mendapat momongan, kasian dia. Sedangkan Pak Ali wakil direktur, orangnya sih Ok tapi sama lah, setali 3 uang dengan pak Andy, kayaknya punya dia kecil juga walau demikian anaknya sudah 3 orang.
“Bapak mau tahu nggak?” kataku sambil melirik gundukan selangkangannya yang masih saja terlihat menggunung, “air mani bapak enak banget.. Gurih…”
“Hah?!… “dia kaget, “mas minum mani saya??”
Aku tersenyum melihat kekagetannya.
“Pak, saya ke ruangan dulu ya…” Aku pamit dan sekali lagi kuremas the hot bulge itu. Pak Wanto tidak menolak saat tanganku meremas selangkangannya.
Sejak kejadian di toilet, Pak Wanto dan aku masih bersikap biasa saja dan dia masih usil mencolek pantatku. Dan sesekali saat tidak seorang-pun di dekat kami, aku remas selangkangannya. Tapi, kami tidak pernah melakukannya di kantor lagi. Sesekali pak Wanto berkunjung ke kontrakanku sehingga aku bisa menikmati kejantanannya sepuasnya. Suatu saat akan kuceritakan saat2 dia berkunjung ke rumahku.
Ada yang aneh dari sikap teman-teman satpamnya. Mereka selalu memandangiku dengan tatapan nakal dan senyum aneh. Namun, aku cuek saja. Aku rasa aku mendapatkan kesempatan lagi untuk mendapatkan lelaki str8 yang haus seks. Hehehehe

Supir Truk (Kisah NYata)

Malam itu, lewat dikit dari tengah malam, suasana kota terasa sepi. Taxi ga ada lewat lagi. Bus pula ga ada. Aku nekat pulang kampung semalam itu hanya untuk mencoba keberuntunganku. Padahal perjalananku lumayan jauh sekitar 200 km lebih. Aku berharap akan menjumpai supir truk yang mau aku oral.. hihihi..
Bermodal nekat, aku berdiri di pinggir jalan sambil sesekali mencoba menghentikan laju truk-truk yang kebanyakan memuat material tanah. Sengaja memang aku mengincar truk karena mereka banyak berkeliaran di malam hari seperti ini. Beberapa kali truk berhenti, namun tidak seraha dengan tujuanku. Berkali-kali juga aku dicuekin.
Setengah jam lewat dikit….
Sebuah truk yang berjalan santai berhenti saat aku melambaikan tangan memanggilnya berhenti. Bedebar dadaku karena ini truk yang ke empat berhenti di depanku.
“Truk ini mau kemana pak?”tanyaku saat kaca truk di bagian penumpang terbuka.
Dia menyebutkan sebuah daerah dan ternyata melewati kotaku.
“Boleh saya numpang pak, soalnya saya mau pulang tapi udah kemalaman banget”
Supir yang kutaksir berumur 40an itu nampak sedikit ragu. Aku menelan ludah. Dia ga cakep tapi enak di lihat. Gagah dan jantan sekali. Tinggi besar dan berkulit agak gelap. Ehm, aku suka cowok seperti ini.
(Gambar hanyalah fiktif belaka)
“saya bayar kok pak, boleh saya numpang kan?”
“OK lah….”
Aku pun langsung masuk ke dalam kabin truk itu. Lumayan hangat. Dan agak berbau kecut sih. Kayaknya ada yang ga mandi nih.. hihihi.. Semenit dua menit dan banyak menit, kami mulai ngobrol. Katanya sih dia lagi bawa semen makanya truk berjalan santai. Terkadang sih cepet juga tapi bobot semen sangat besar jadi lumayan lah membuat truk itu ngos-ngosan.
Sesekali aku perhatikan lelaki kekar itu, ehm, sangat menarik di mata homoku. Berkali-kali aku menelan ludah membayangkan betapa beruntunganya aku jika bisa mencicipi kemaluannya di mulutku.. hihihi.. Namun, aku belum berani macam-macam. Berdebar dadaku sambil memutar otak agar dapat merayunya.
Orangnya ramah dan banyak omong sih menurutku. Katanya sih istrinya tiga. Belum lagi cewek-cewek di jalan yang dia lalui. Wihhh… doyan ngentot lonte juga ternyata.. aku suka tipikal cowok nakal seperti ini. Duh, aku jadi ngaceng nih.. tapi bingung harus memulai darimana. Aku hanya memutar-mutar pertanyaan. Bingung, aku nanya sejengkal dianya malah ngomong panjang lebar dan sambil tertawa-tawa. Lumayan sih, aku jadi ga canggung bertanya nakal. Misalnya cewek warung favoritnya. Bahkan soal pecah perawan segala. Katanya sih dia udah ga kehitung cewek yang dia perawani. Gila, aku makin penasaran saja.
“Mang (panggilan paman), aku ngantuk nih. Saya tidur dulu ya…”
“ok… tapi nanti kita berhenti makan ya”
“ya…”
Aku tertidur juga entah berapa lama hingga aku merasakan truk itu berhenti di sebuah warung. Kulirik jam di hpku, jam 3 pagi. Ups, udara dingin bekas hujan menerpaku saat turun dari kabin. Mataku yang masih mengantuk segera kupaksakan terbuka. Warung itu lumayan gede dan nampak cewek-cewek berpakaian ketat menyambut kami dengan senyuman. Ada beberapa laki-laki di situ. Mereka biasa saja. Si Supir itu nampak mendekati seorang cewek muda dan mereka ketawa-ketawa. Aku jadi sadar mungkin warung ini salah satu warung favoritnya. Ya warung jablay.
Aku pesan mie instan dan teh hangat saat ditanya dengan genit oleh si pemilik warung. Aku duduk dan kuperhatikan si cewek muda itu sedang duduk di pangkuan supir tadi. Ehm, betapa beruntungnya itu cewek, pikirku cemburu.. . Puas pangku-pangkuan, kulihat cewek itu melayani dia dengan segelas kopi dan mie instan juga sambil cekikikan genit. Aku maklum walau risih juga.
Dari tempat dudukku, kulihat si supir masuk ke bagian belakang warung itu bersama si jablay muda diiringi sorak kecil jablay lainnya. Si supir sempat tersenyum nakal kepadaku dan aku membalas dengan acungan jempolku. Aku hanya kecewa pada diriku, sungguh beruntung cewek itu.
“Kamu sudah selesai?”
Kaget, iya. Saat menyeruput tetes-tetes akhir teh hangatku tiba-tiba si supir sudah di sampingku. Ga sampe 10 menit deh, kok cepat ya?
Aku segera membayar makananku tadi. Dan buru-buru kembali ke truk yang parkir di depan warung. Aku masuk kabin dan si supir masih belum masuk. Dia nampak sedang menelpon seseorang dengan nada kesal. Saat dia berada di belakang kemudi, dia menutup telpon dengan kesal.
“Kenapa mang?”
“Dasar jablay. Maunya duit aja. Padahal kemarin kemarin kan sudah aku kasih lebih” dumelnya, “eh, giliran duitnya kurang dia ndak mau ku ajak ngentot.. harghhh…”
Aku tertawa kecil melihatnya.
“kupikir tadi udah naik turun… hihihihii”
“jangankan ngentot, kusuruh karaoke aja dia ga mau… jablay.. jablay…”
“wah kasian donk ndak jadi dikeluarin….”
“iya… sialan.. aku lagi pengen.. sudah tegang-tegangnya eh dia nolak…”
Ups, kulihat dia mengusap tonjolan selangkangannya yang terbungkus celana kain semi jeans itu. aku menelan ludah. Masih terlihat kekesalan dan kekecewaan di wajahnya, dia menghisap rokoknya dalam-dalam.
Tiba-tiba dia menghentikan truknya, lalu membuka pintu kabin. Dan, dia berdiri di situ. Gila dia kencing dalam posisi membelakangiku. Suara currr itu loh yang bikin aku blingsatan. Aku mau tahu, aku mau liat tapi gimana caranya. Terpaksa aku gigit jari.
“Akh.. jablay sialan.. punyaku ga bisa tidur gara-gara dia tolak.. masih tegang saja” dumelnya lagi sambil duduk di belakang kemudi. Aku hanya menahan napas. Coba aku bisa liat punya dia tadi ya.. huh..
Truk jalan lagi…
“akh… klo begini keadaannya klo ketemu bencong sudah aku sikat dia”
What?? Apa ga salah denger aku??
“Memangnya pernah kah pake bencong?” tanyaku gemetar sambil tertawa kecil.
“Belum sih tapi sudah ga tahan…”
Wah.. wah…
“Memangnya masih tegang ya mang??”
“jelas.. kan tadi minta dikeluarin sama si jablay tapi dia ga mau padahal sudah 3 hari ga ada diasah ini. Makanya kalau ketemu bencong, aku sikat aja daripada pusing”
Aku bergeser dikit ke arahnya.
“mana yang tegang tadi?”
Nekat. Entah kekuatan darimana, tanganku mendarat di selangkangannya. Gemetar aku. Dia nampak kaget. Namun tidak menolak saat telapak tanganku mengusap perlahan selangkangannya.. ya ampun, dadaku berdebar sangat kencang.
“Oh iya, tegang banget mang” celutukku sambil meraba-raba tonjolan kemaluannya yang masih di dalam celana itu.
Dia tidak bersuara namun tidak menolak gerak tanganku yang kemudian meremas-remas dengan lembut. Aku sangat bernafsu. Aku terbawa suasana….
“mang, menepi sebentar”
Si supir agak kaget juga saat aku minta menepi. Namun, perlahan laju truk dia perlambat dan akhirnya berhenti menepi di pingir jalan yang sepi. Truk itu masih menyala mesinnya. Sementara tangan kananku itu masih meraba-raba selangkangannya.
“kenapa kita menepi?” tanyanya heran.
Aku tidak menjawab, aku malah menundukkan mukaku ke arah selangkangannya. Dia agak kaget. Di tahannya bahuku.
“Mau apa?” tanyanya…
“Aku kepengen banget ngemut punyamu mang…..” jawabku gemetar…
Aku agak memaksakan kehendakku, kuperkeras tekananku dan bibirku mendarat di tonjolan selangkangannya. Dia masih mencoba menahan bahuku. Kujulurkan lidahku menjilat-jilat bagian luar tonjolan itu. Usahaku itu membuahkan hasil, dia pasrah. Dibiarkannya aku bermain-main dengan tonjolannya. Dia hanya mendesis-desis kecil.
Aku bangkit dan mencoba membuka pengait celananya. Agak kesulitan. Dan dia malah membukakannya bagiku. Homo mana yang menolak saat lidahku menyentuh celana dalamnya. Bahkan lidahku bertemu gundukan itu.. keras hangat dan gaka berbau pesing. Namun aku suka. Ini bau laki-laki sejati dan jantan.
Aku bangkit lagi. Giliran tanganku meremas ke dalam celananya, meremas gemas dari luar tonjolan di dalam celana dalam itu.
“Mending mesinnya kamu matiin” kataku. Dia manut. Dimatikannya mesin truk itu. Namun lampu-lampu panelnya masih menyala. Kutarik turun celana panjangnya itu. Bahkan terlepas dari kedua kakinya. Kutarik tubuhnya hingga menghadap ke arahku. Aku makin bergairah saat meraba bulu kakinya yang lebat. Ohhh…..
Ku taro kaki kanannya di dashboard sementara kaki kirinya menekuk di tempat duduk. Sungguh aku jadi gila. Kuremas selangkangannya dengan gemas. Dia bersandar di pintu kabin. Aku kembali menunduk. Kuciumin dan kujilati gundukan celana dalam itu. Bener-bener bau jantan bercampur pesing yang membuatku bernafsu. Celana dalamnya basah entah karena precum atau liurku.
“akhhh….”
Desahnya sambil mengangkat pantatnya menikmati kenyotanku di gundukan itu. Kujilati dari bawah. Dia bergelinjang. Di bagian buah pelir itu kukenyot-kenyot.. dia mengangkat pantatnya sambil mendesis-desis.
Segera aku menarik turun celana dalam pesing tadi. Sungguh. Sebuah benda bulat memanjang dengan bulu menghitam keriting di bagian pangkalnya membuatku gila. Kuraba gemas bulunya yang lebat. Sementara celana dalamnya udah terlepas dari kakinya dan entah ke mana jatuhnya setelah aku ciumin sebentar. Wew…
Aku menggenggam batang kemaluannya dengan gemas. Ga terlalu panjang 14 cm namun gemuk dengan kepala yang lebih besar ketimbang batangnya. Disunat dan bulunya itu lebat banget merambat ke atas sampe balik bajunya. Kuraba lubang kecingnya basah dengan precum
“Akhh.. estttt”
Desisnya saat lidahku menjilati buah kemaluannya itu. Bergantian kiri kanan sambil sesekali aku kenyot-kenyot dengan gemas. Dia mengelinjang-gelinjang dengan pantat naik turun. Aku senang dia nampak sangat terangsang dengan aksiku.
Jilatanku berpindah ke batangnya yang tersembul urat-urat. Terus naik hingga lidahku menyentuh cairan precum di lubang kencingnya. Asin gurih dan sebagainya lah…. aku ga perduli lagi lonte-lonte yang sudah pernah diterjang rudalnya itu. Semula kemaluannya rebah searah perutnya. Aku genggam dan aku coba tegakkan, agak berat karena kemaluannya berdenyut-denyut dan sangat keras.
Kujilati kepalanya dan kadang kukecup-kecup lembut. Membuat dia makin blingsatan.
“isap… Isap…” desahnya..
Aku cuek, tidak kuhiraukan dia. Lidahku masih asyik menjilati kepala penisnya dan sesekali aku gigit lembut.
Tiba-tiba, tangan kanannya memegang kepalaku dan memberi tekanan agar kepalaku makin turun. Saat itu lah aku buka mulutku dan separo batangnya masuk dalam mulutku. Aku sempat tersedak.
Namun, aku dengan segera mengulum kembali. Denga susah payah aku mencoba memasukan semua batangnya ke dalam mulutku. Sungguh.. bibirku bertemu dengan bulu jembutnya yang lebat dan berbau keringat jantan itu..
“akhhhh……….”
Dia mendesah. Aku mulai mengemut kemaluannya dengan lembut. Kepalaku naik turun dengan pelan. Lidahku memilin-milin dengan lindah. Badannya menggelinjang-gelinjang sambil mendesis-desis. Tangannya menjauh dari kepalaku sehingga dengan leluasa aku aku bergerak. Naik turun konsisten….
“Awwwww…… akhhhhh….”
Tiba-tiba dia memekik. Dia seolah hendak menarik rudalnya dari dalam jepitan mulutku. Namun aku menahannya. Aku kejar gerakan pantatnya dan dengan penuh nafsu aku masukan rudalnya hingga bibirku kembali menyentuh bulu jembutnya yang keriting lebat.
Crot.. crot…
Aku tersedak. Tembakan maninya memenuhi rongga mulutku. Aku gelagapan saking banyaknya. Namun aku mencoba menghisap kemaluannya yang sedang menembakan mani itu. Dia kelejot-kelejot kenikmatan. Sambil kedua tangannya memegang kepalaku, menekan-nekan.
Gila. …. mani banyak banget dan kental. Gurih pula.. Aku lupa dia supir truk yang suka jajan lonte di warung-warung jablay. Aku lupa saking asyiknya menhisap-hisap rudalnya yang mulai loyo. Napasnya tersengal-sengal dan kedua tangannya sudah tersimpan di balik kepalanya. Dia biarkan aku yang masih asyik menjilati sisa maninya.
“hebat banget servis kamu, “ pujinya, “kamu sering ya begini. Aku sebentar aja sudah keluar”
Aku tertawa kecil.
“Maniku kamu minum ya?”
“Iya, knp mang?”
“Gmn rasanya?? Kamu suka??”
“Gurih, asin. Aku suka banget”
“Jablay-jablay yang biasa aku pake ga mau maniku keluar di mulutnya klo cuman karaoke. Itupun lebih sering dikocok ketimbang diemut”
“Makanya urusan karaoke, serahkan pada ahlinya”
Dia mulai membenahi celananya. Dan setelah rapi dia kembali menghidupkan mesin truk itu.
“Kepalaku sudah ringan” katanya
Aku tertawa. Aku senang. Aku berhasil mewujudkan fantasiku selama ini. Ugh..
Kami cuma melakukan itu sekali saja malam itu. Lagipula kotaku sudah dekat. Sebelum pisah kami sempat bertukar nomor HP dan aku jujur padanya klo aku belum puas ngemut punya dia yang cepat keluar.
Waktu aku kembali dari kotaku, aku kembali ikut dia. Dalam perjalanan itu dua kali aku ngemut punya dia. Sayangnya, maninya ga banyak mungkin habis kepake sebelumnya. Hingga kini kami akrab dan masih sering kontak. Bahkan pernah suatu ketika aku disuruh nonton saat dia ngentot seorang jablay warung. Mungkin akan kuceritakan nanti.